Foto disamping ini namanya mbok-e sama mbak tami. Dua orang inilah yang sangat berjasa nemenin rayya. Cuma, sayangnya, itu mbok-e mas bintang sama mbak anin. Jadi rayya, Cuma sebentar-sebentar digendong sama mbok-e.
Yang sering ya sama mbak tami, Cuma sekarang mbak tami sudah ke jakarta, ikut om-nya di perusahaan kaos kaki katanya, usai lebaran lalu. Pilihannya sudah ga bisa ditawar lagi sama ibunya rayya. Soalnya, selain ingin memperbaiki nasib, gak ingin mentok cuma jadi pembantu rumah tangga, tapi juga pengin tahu jakarta dan nambah pengalaman hidup.
It’s oke, rayya sendirian lagi, jika dulu ditinggal mbak nisa waktu masih bayi, rayya ga begitu inget. Tapi ditinggal mbak tami, rayya, kadang masih nyebut-yebut tami-tami. Seringkali dia nunjuk-nunjuk kamarnya yang biasa untuk tidur tami, dan berujar, tami-tami. Kalo liat foto ada tami, juga masih kenal dan nyebut nama.
Orang tua rayya sempet kalang kabut, usai lebaran ga ada yang membantu nemenin rayya. Si bapaknya sempet ngalah selama satu bulan kalau ga salah, jadi temennya rayya setiap jam –setiap waktu, untungnya rayya sudah agak nalar, jadi ga terlalu susah. Agak berat memang, mandiin pagi, sarapan, menidurkan, bangun siang , maem siang, tidur lagi, bangun sore, mandiin sore, makan sore. Bener-bener tersita habis, pufh…..
Tapi alhamdulilah rayya malah gemuk lho boy, sejak berpindah tangan. Santapan selalu habis bis, dilahap rayya. Cuma ya itu, ga mungkin diteruskan lah, karena om agus sudah nyindir-nyindir, koyo wong kendal….(konon cerita banyak orang lelaki di kendal, merawat anaknya sendiri, sementara istrinya jadi TKI). Wong ini juga namanya darurat kok, gus.
Selang beberapa hari datang mbak Titik, track recordnya memang yahud. Wanita asal banyumas ini memang sudah terbukti pengalamannya sejak ikut budhe yaning di jepara. Cekatan, trampil dan trengginas urusan dapur sama momong rayya. Tapi ya itu, nilai transfernya tinggi, dan bisa merusak harga pasaran. Tapi impaslah ya, dengan profesionalismenya, sebagai PRT.
Disaat rayya sudah mulai kenal, dan mulai panggil-panggil mba titi, melupakan tami, satu bulan kemudian, terpaksa harus hengkang. Bukan dipecat kayak bambang nurdiansyah menendang 8 pemain PSIS, namun, katanya dia rindu anaknya di kampung. Duh, opsi sebulan sekali pulang ke rumah ga mungkin dilakukannya, dan , akhirnya……kami melepas kepergian mba titi, tanpa bisa berbuat apa-apa. Hiks,
Rayya kembali sepi, kalimat sapaan dari mulut mungil itu, mbak titi, mbak titi…lambat laun mulai jarang keluar….
Tidak ada komentar:
Posting Komentar